HUBUNGAN PERILAKU MEMBOLOS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PESERTA DIDIK KELAS XI SMKN 9 GARUT

Oleh: Mia Sumiati – SMKN 9 Garut
Abstrak
Tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kematangan emosi dan perilaku membolos siswa kelas X SMKN 9 GARUT. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitaf korelasional dengan sampel penelitian berjumlah 52 orang. Teknik analisis data dilakukan uji korelasional dengan bantuan SPSS 22. Berdasarkan hasil penelitian melalui uji korelasional product moment diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif antara kematangan emosi dengan perilaku membolos siswa kelas X SMKN 9 GARUT dengan nilai sign (2 tailed) sebesar 0,000 dan r hitung -0,583. Nilai tersebut mengandung arti bahwa semakin tinggi kematangan emosi siswa, maka semakin rendah kecenderungan perilaku membolos siswa tersebut
Kata Kunci: Kematangan emosi, Perilaku membolos.
PENDAHULUAN
Siswa SMK termasuk dalam tahap perkembangan remaja awal. Tahap remaja ini menurut Hurlock (2001) adalah masa dimana kematangan emosi bergejolak bagai badai dan topan yang mencari jati diri. Badai dan topan ini mudah dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya juga tekanan yang diterima oleh remaja itu sendiri. Hal ini sejalan dengan penjelasan Pastey dan Aminbahmi (2006) yang menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana individu banyak mengalami tekanan baik di sekolah, keluarga dan juga teman sebayanya, apabila tekanan tersebut tidak diselesaikan dengan benar akan menyebabkan perilaku perilaku menyimpang seperti kecenderungan terjadinya perilaku membolos belajar. Dorothy Keiter (dalam Pastey dan Aminbahmi, 2006) menyatakan bahwa membolos adalah ketidakhadiran peserta didik tanpa alasan yang tepat. Khanna (Mathew, 2006) mendefinisikan membolos adalah anak umur antara 6 sampai dengan 18 tahun yang dengan sengaja atau karena ajakan dari teman sekelas di sekolah atau teman yang lain di sekitar lingkungan sekolah berkeliaran pada jam pelajaran sekolah, atau tidak masuk sekolah setelah beberapa lama tanpa ada sebab yang jelas atau tanpa ada alasan yang jelas untuk meninggalkannya. Lebih lanjut Ken (1999) faktor faktor membols yaitu siswa tidak menyukai sekolah, kondisi sekolah membosankan, tidak menyelesaikan pekerjaan rumah, tidak menyukai guru, tidak menyukai mata pelajaran, dan keadaan emosi yang tidak stabil.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Januari 2019 diperoleh informasi bahwa di SMKN 9 GARUT telah terjadi kasus membolos sekolah yang dilakukan siswa kelas X. Melalui wawancara dengan wali kelas dan guru BK di sekolah tersebut diketahui hampir setiap minggu ada tiga sampai empat siswa yang membolos pada jam mata pelajaran tertentu. Siswa siswa yang teridentifikasi sering melakukan kegiatan membolos belajar di jam jam pelajaran tertentu cenderung menunjukan sikap emosional dengan berperilaku meledak ledak. Dalam penanganan kasus tersebut guru bimbingan dan konseling SMKN 9 GARUT masih menelusuri hubungan aspek psikologi lain yang menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan membolos belajar.
Berdasarkan teori teori dan fakta di lapangan yang telah dikemukakan di atas maka peneliti melakukan penelitian terkait hubungan antara kematangan emosi dan perilaku membolos siswa
kelas X SMKN 9 GARUT . Tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kematangan emosi dan perilaku membolos siswa kelas X SMKN 9 GARUT.
METODE
Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan desain korelasional untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku membolos siswa kelas X SMKN 9 GARUT. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas Sampel penelitian yang diambil berjumlah 52 orang siswa. Angket kematangan emosi dan perilaku membolos peneliti jadikan sebagai alat pengumpul data. Teknik analisis data yang digunakan memakai uji korelasional product moment untuk mengetahui tingkat hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku membolos siswa kelas X SMKN 9 GARUT.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Tabel 1. Statistik Deskriptif Perilaku Membolos Dan Kematangan Emosi Siswa
Berdasarkan data pada tabel 1 diketahui bahwa sampel yangd ilibatkan dalam penelitian ini sejumlah N = 52 orang. Skor minimum yang diperoleh dalam pengumpulan data kematangan emosi adalah 56 sedangkan untuk skor minimum perilaku membolos belajar adalah 70. Skor maksimum dari kematangan emosi dan perilaku membolos belajar siswa berturut turut sebesar 120 dan 117. Untuk rata rata kematangan emosi 79,10 dan perilaku membolos belajar siswa 91,58. Standar deviasi untuk kematangan emosi 15,267 sedangkan standar deviasi untuk perilaku membolos belajar sebesar 12,816. Artinya sebaran data kematangan emosi lebih luas dibandingan sebaran data perilaku membolos.
N |
Minimum |
Maximum |
Sum |
Mean |
Std. Deviation |
|
Perilaku Membolos Kematangan Emosi Valid N (listwise) |
52 52 52 |
70 56 |
117 120 |
4762 4113 |
91,58 79,10 |
12,816 15,267 |
Berdasarkan statistik deskriptif di atas, peneliti sajikan tabel 2 terkait sebaran data responden perilaku membolos belajar dan tabel 3 terkait sebaran data responden kematangan emosi siswa.
Sangat Rendah Rendah Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
X <72,54 72,54< X < 85,23 85,23 < X < 97,92 97,92 < X < 110,62 110,62 < X
3 6% 14 27% 14 27% 18 35% 3 6%
Tabel 2. Sebaran Data Jumlah Respon Perilaku membolos
Kategori |
Rentang |
Jumlah Responden |
Presentase |
Tabel 2 menunjukan rentang kategori perilaku membolos belajar siswa yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Berdasarkan data yang terkumpul jumlah responden yang berada pada kategori perilaku membolos belajar sangat rendah sebanyak 3 orang, jumlah responden yang berada pada kategori perilaku membolos belajar rendah sebanyak 14 orang, jumlah responden yang berada pada kategori perilaku membolos belajar sedang sebanyak 14 orang, jumlah responden yang berada pada kategori perilaku membolos belajar tinggi sebanyak 18 orang dan jumlah responden yang berada pada kategori perilaku membolos belajar sangat tinggi sebanyak 3 orang. Berdasarkan rata rata data perilaku membolos belajar siswa kelas X SMKN 9 GARUT diketahui bahwa rata rata perilaku membolos belajar siswa ada pada nilai 91,04 yang artinya rata rata perilaku membolos siswa kelas X SMKN 9 GARUT ada pada kategori tinggi. Presentase siswa yang memiliki kategori perilaku membolos sangat rendah sebanyak 6% , Presentase siswa yang memiliki kategori perilaku membolos rendah sebanyak 27% , Presentase siswa yang memiliki kategori perilaku membolos sedang sebanyak 27%, Presentase siswa yang memiliki kategori perilaku membolos tinggi sebanyak 35% dan Presentase siswa yang memiliki kategori perilaku membolos sangat tinggi sebanyak 6%.
Kategori |
Rentang |
Jumlah Responden |
Presentase |
Sangat Rendah Rendah Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
X < 56,42 56,42 < X < 71,54 71,54 < X < 86,66 86,66 < X < 101,77 101,77 < X
0 0% 0 0% 2 4% 7 13% 43 83%
Tabel 3 menunjukan rentang kategori kematangan emosisi swa yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Berdasarkan data yang terkumpul tidak ada siswa yang berada pada kategori kematangan emosi sangat rendah ataupun rendah, jumlah responden yang berada pada kategori kematangan emosi sedang sebanyak 2 orang, jumlah responden yang berada pada kategori kematangan emosi tinggi sebanyak 7 orang dan jumlah responden 43 orang berada pada kategori kematangan emosi sangat tinggi. Berdasarkan rata rata data perilaku membolos belajar siswa kelas X SMKN 9 GARUT diketahui bahwa rata rata kematangan emosi siswa ada pada nilai 79,10yang artinya rata rata kematangan emosi kelas X SMKN 9 GARUT ada pada kategori sedang. Presentase siswa yang memiliki kategori kemandirian sedang sebanyak 4% dan presentase siswa yang memiliki kategori kemandirian tinggi sebanyak 13% dan 83% siswa berada pada kategori kematangan emosi sangat tinggi.
Peneliti telah melakukan uji hipotesis korelasi menggunakan teknik analisis data product moment dibantu dengan SPSS 22. Hasil korelasi hubungan perilaku membolos belajar dengan kematangan emosisiswa kelas X SMKN 9 GARUT dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini
Tabel 4. Hasil Korelasi Product Moment Perilaku membolos dan Kematangan Emosi
Perilaku Membolos |
Kematangan Emosi |
||
Perilaku Membolos |
Pearson Correlation |
1 |
-,583** |
Sig. (2-Tailed) |
,000 |
||
N |
52 |
52 |
|
Kematangan Emosi |
Pearson Correlation |
-,583** |
1 |
Sig. (2-Tailed) |
,000 |
||
N |
52 |
52 |
|
**. Correlation Is Significant At The 0.01 Level (2-Tailed). |
Berdasarkan tabel 4 diketahui bawah nilai signifikasi yang diperoleh dari uji korelasi product moment antara perilaku membolos belaajr dan kematangan emosi adalah sebesar 0,000, artinya nilai sign (2 tailed) yang diuji < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku membolos belajar dan kematangan emosi siswa kelas SMKN 9 GARUT. Melihat nilai person correlation yang dihasilkan oleh hubungan perilaku membolos belajar dan kematangan emosi siswa adalah -0,583 maka dapat dilihat arah hubungan antara perilaku membolos belajar dengan kematangan
emosi memiliki arah hubungan negatif, artinya jika perilaku membolos belajar meningkat, maka kematangan emosi mengalami penurunan. Lebih lanjut untuk mengetahui tingkat hubungan anatar perilaku membolos belajar dengan kematangan emosisiswa, berikut peneliti sajikan tabel 5 yang berisi pedoman kategori tingkat korelasi antar variabel (Sugioyono,2013).
Tabel 4. Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi
Interval koefisien 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,600-0,799 0,800-1
Tingkat hubungan Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat
Berdasarkan tabel tingkat hubungan koefisien korelasi di atas dapat dijelaskan bahwa nilai pearson correlation antara perilaku membolos belajar dengan kematangan emosise besar-0,582 berada pada tingkat hubungan koefisien korelasi yang sedang, artinya kematangan emosi dapat dijadikan salah satu prediktor perilaku membolos belajar siswa di kelas. Siswa dengan kematangan emosi tinggi dapat diprediksikan tidak akan melakukan perilaku membolos belajar, sebaliknya kematangan emosi siswa yang rendah dapat diprediksikan siswa tersebut akan melakukan perilaku membolos belajar.
Pembahasan
Media masa memilik peran yang cukup penting dalam perkembangan masa remaja. Perilaku membolos dalam penelitian ini pun ternyata berkaitan dengan media masa dan pergaulan teman sebaya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui siswa dengan tingkat perilaku membolos tinggi ternyata meniru informasi dari media masa dan teman terdekatnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan Santrock (2003) terkait fungsi media bagi remaja mencakup hiburan, informasi, sensasi, membantu menghadapi masalah, model peranan gender dan identifikasi budaya orang muda. Lebih lanjut Mathew (2006), mengemukakan bahwa media elektronik modern, televisi dan bioskop dapat men- jadi sumber informasi dan sumber edukasi jika dapat digunakan dengan baik dan dipahami dengan benar. Faktor lain yang penting dalam perkembangan remaja yang muncul dari penelitian ini adalah teman sebaya, hal tersebut juga dijelaskan oleh Mathew (2006) bahwa penga-ruh teman sekelas atau teman sekolah adalah salah satu penyebab dari membolos. Ketika salah satu teman dari kelompok dia mempunyai kecenderungan membolos, maka teman yang memiliki kecenderungan membolos itu akan mempengaruhi dia untuk ikut membolos sekolah.
Dari ketiga penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan media masa dan teman sebaya yang mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan remaja apabila tidak digunakan dan dijalin dan dipahami dengan benar, dapat akan merusak perkembangan kepribadian remaja termasuk sehingga salah satunya muncul perilaku membolos belajar. Penggunaan media masa yang benar dan interaksi teman sebaya yang baik dan sehat dalam dunia remaja khususnya untuk siswa kelas X SMKN 9 GARUT ternyata berhubungan dengan kematangan emosi siswa itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara kematangan emosi dengan perilaku membolos belajar pada siswa SMKN 9 GARUT
Hasil penelitian yang dilakukan mendukung penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kematangan emosi mempengaruhi membolos (Guswani & Kawuryan, 2011). Penelitian tersebut mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan emosi individu maka membolosnya akan semakin menurun. Dalam penelitian ini, pengaruh kematangan emosi terhadap membolos adalah signifikan sebesar 5,1%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek memiliki tingkat membolos yang rendah (Mean= 13,160) yang berarti mendukung teori yang menyatakan bahwa membolos akan mengalami penurunan setelah remaja berusia 17 tahun (Loeber & Hay, 1977; Karriker-Jaffe, Foshee, Ennett, dan Suchindran, 2013).
Kematangan emosi yang cukup tinggi pada individu akan meningkatkan kontrol diri sehingga individu tidak berperilaku membolos. Karena dengan kontrol diri tersebut individu mampu menimbang dan mengambil keputusan yang tepat untuk masalah-masalah yang dihadapinya (Meldrum, Young & Weerman, 2009). Sejalan dengan Orpinas dan Frankowski (2001), kurangnya kemampuan kontrol diri untuk mengendalikan rasa marah pada remaja menyebabkan munculnya perilaku melawan sehingga muncul perilaku membolos. Dengan meningkatnya kematangan emosi maka kemampuan individu dalam mengontrol diri akan meningkat sehingga individu mampu membaca situasi diri dan lingkungannya serta mampu mengontrol dan mengelola faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, emosi, dan kognisi sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi.
Penelitian ini juga mendukung teori Hurlock (2001) yang berpendapat bahwa remaja cenderung memiliki emosi yang bergejolak sehingga kurang mampu mengontrol dirinya dan sering terlibat dengan perilaku membolos. Di usia remaja, kematangan emosinya sangat kurang sehingga kemampuan untuk mengontrol diri belum berkembang secara matang. Adanya kematangan emosi yang baik dapat membantu seseorang dalam mengontrol dirinya untuk tidak terlibat dalam perilaku yang negatif terutama ketika sedang mengalami masalah dan tekanan. Ini berarti, kemampuan dalam mengontrol diri mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengontrol perilaku, emosi dan kognisinya sehingga dengan adanya dapat membuat seseorang mengarahkan perilakunya menjadi lebih bertanggung jawab.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian dan teori di atas,maka dapat disimpulkan bahwa perilaku membolos dalam penelitian ini memiliki hubungan yang signifikan dengan kematangan emosi siswa kelas X SMKN 9 GARUT, dimana hubungan antara perilaku membolos dan kematangan emosi peserta didik adalah hubungan yang negatif dengan tingkat hubungan sedang.
Artinya apabila kematangan emosi rendah ada kecenderungan seorang siswa melakukan perilaku membolos dan apabila kematangan emosi siswa tersebut tinggi, maka kecenderungan perilaku membolos rendah.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian melalui uji korelasional product moment diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif antara kematangan emosi dengan perilaku membolos siswa kelas X SMKN 9 GARUT dengan nilai sign (2 tailed) sebesar 0,000 dan r hitung -0,583. Nilai tersebut mengandung arti bahwa semakin tinggi kematangan emosi siswa, maka semakin rendah kecenderungan perilaku membolos siswa tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan emosi siswa dalam penelitian ini adalah penggunaan media masa dan interaksi dengan teman sebaya yang akhirnya menyebabkan siswa tersebut melakukan perilaku membolos belajar. Diharapkan dari hasil penelitian ini, para guru dan konselor dapat merancang layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan siswa siswanya di sekolah khususnya di SMKN 9 GARUT.